Rabu, 30 September 2015


Tender Konstruksi Akan Terapkan Prinsip Fidic

Pemerintah akan mengadopsi secara penuh standar tender yang dibuat Federation Internationale des Ingenieurs Conseils (Fidic).

Prinsip tender internasional tersebut akan diterapkan pada proyek-proyek skala besar. ”Sekarang proyek swasta yang menggunakan model ini masih minim. Ke depan kami harapkan dapat digunakan secara lebih luas,” papar Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia (BPKSDM) Kementerian Pekerjaan Umum Sumaryanto Widayatin di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, penerapan standar itu bukan hanya pada proyek- proyek yang dibiayai pemerintah.

Namun, juga pada proyek-proyek swasta.Menurutnya, selama ini prinsip tender tersebut dilakukan pada proyek-proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri serta proyek engineering, procurement, and construction (EPC). ”Ke depan semua pekerjaan, termasuk yang kecil-kecil akan mengadopsi sistem ini,” ujarnya.

Menurut Sumaryanto, swasta dapat menerapkan standar internasional Fidic karena di dalamnya sudah mengatur soal bisnis yang biasa diterapkan di luar negeri.Dia menambahkan, pemerintah harus segera menerapkan Fidic dalam proses tender apabila ingin masuk ke pasar konstruksi internasional. Salah satu persyaratan yang membedakan dalam tender yang mengaplikasikan Fidic adalah di masukannya denda bagi pihak-pihak yang tidak memenuhi kesepakatan.

Denda ini akan membuat masingmasing pihak yang terlibat mematuhi tugas dan tanggung jawabnya sehingga menghindarkan terjadinya sengketa hukum (dispute). ”Sebetulnya pelaku jasa konstruksi menghindarkan terjadinya penyelesaian sengketa melalui pengadilan, mereka lebih suka apabila aturan tendernya lebih jelas,” ujarnya. Sumaryanto mengatakan,sebenarnya semua proyek yang dibiayai pemerintah sudah mengadopsi prinsip Fidic meski belum 100 persen.

Penerapan tender dengan model ini sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Diharapkan dalam tiga tahun mendatang konsep ini sudah diterapkan secara nasional. Sementara itu,Ketua Bidang Litigasi, Mediasi,Arbitrase, dan Profesi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) Sarwono Hardjomuljadi mengatakan, proyek swasta masih banyak yang enggan untuk menerapkan tender yang mengacu pada standar Fidic.

”Banyak swasta masih menggunakan kontrak yang mengacu pada peraturan tahun 1941, bahkan kontraknya hanya tiga lembar. Karena ”kue” yang sedikit, peminatnya banyak sehingga pemilik proyek bisa mengatakan take it or leave it,”ujarnya. Ketidaksetaraan ini mengakibatkan banyak muncul sengketa. Data di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menunjukkan, dari masalah sengketa yang terdaftar di BANI, separuhnya merupakan sengketa konstruksi.

Kurangnya penggunaan kontrak standar Fidic juga disebabkan faktor bahasa. ”Saat ini kita sudah membuat kontrak standar Fidic dalam bahasa Indonesia.Persaingan global juga menuntut kita untuk memahami standar kontrak internasional. Misalnya Filipina, tenaga ahlinya mahir bahasa Inggris dan bersedia dibayar lebih rendah” tandas Sarwono. Standar kontrak konstruksi internasional yang dikeluarkan oleh Fidic telah diadopsi di 75 negara di dunia termasuk Indonesia.(Sumber Okezone)